Dipatahkan Cinta Pertama Diintimidasi Pula

 Huhh.. berat banget rasanya nulis ini

Biasanya aku nulis di buku bekas catetan kuliah. Tapi berhubung lagi buka laptop (buat garap skripsi sih niatnya, pemanasan bentar ini) udah nyalain playlist favorit, "kayaknya kurang deh" cari-carilah tambahan lagu buat diputer.

Salah satu top play buat pekan ini ya akustiknya 'Rizky Febian - Cuek ft. Scalava' asik banget di telinga. Waktu pake earphone berasa lagi ada di satu tongkrongan bareng mereka.

Entah gimana autoplay setelah lagu 'Cuek' itu video konser PSCS 2019 Malang di mana mas Ta bikin baper hampir semua makhluk wanita di dunia fana ini.

Entah kenapa air mataku netes.

Sampe aku nulis di sini pun mata ini masih aja bocor. Hati berdebar. Ikut baper, pasti. Bukan karena berharap cewek yang dipeluk Dikta itu aku (seenggaknya itu bukan alasan utama). Tapi lebih karena dalam lubuk hati terdalam ini, aku udah 'berikrar' "aku mau lajang terus aja".

Aku terlanjur patah oleh cinta pertamaku. Patah hati sepatah-patahnya anak gadis oleh bapaknya. 

Pak, kalo bapak baca ini mungkin bakal bodoh-bodoh in aku, trus bilang "kebiasaan nonton drama Korea siih.. orang Korea kan ada pesta deklarasi lajang" (atau mungkin bapak gak kepikiran ke sana, tapi karena udah baca sampe sini jadi nyetujuin kemungkinan ucapan tadi).

Sebab sama halnya anak lelakimu. Anak bungsumu, pak. Bapak taruh semua kesalahan atas cara pikirnya pada tayangan anime dan bacaan manga Jepang sebagai alasan ucapannya padamu kala itu. Dia bilang (kurang lebih) "aku gak mau nikah bapak. Aku rusak (mental). Aku gak bisa bersosialisasi. Aku gak mau nantinya jadiin istri dan anakku pelampiasan" 

Bapak tau gak? Itu semua karena kami, selama hidup ini sangat mencintai dan mengagumi sosok pertama pacar (bagiku) sekaligus pahlawan (untuk adik). We proud of you. Until this all sh*t happen. Sampai detik bapak pergi. 

Mungkin orang bisa sebut kami hilang arah. Tapi untuk aku pribadi, rasanya seperti tertipu. Maaf jika ini menyakitkan. Pasti nyakitin. Maaf sedalam-dalamnya.

Lantas bagaimana jika aku bilang "itulah yang selama ini aku rasain".

Kami kakak-adik beda 17 bulan. Dua anak yang kata bapak adalah hasil 'kloning' sifat-sifat dan kecerdasan darimu, sifat baik maupun buruk. Anak-anak yang sama-sama beranjak remaja kala itu.

Kala bapak meminta aku pulang dari tanah Jogja ke Jawa Timur. Dengan dalih silaturrahmi, bapak ajak aku yang belum jumpa matahari di desa untuk berkendara sekian jam ke tanah kelahiran bapak.

Aku pikir itu akan jadi hari yang penuh berkah sebab aku memilih tetap menjaga puasa sunnah meski semua tante di sana adalah koki handal. Ya mungkin karena tidak menghargai makanan tante mungkin ya.. 

Allah kasih kejutan di ba'da berbuka dan salat maghribku.

Jujur aku sudah ada perasaan ganjil sejak bapak mengode tante untuk sama-sama menghentikan perbincangan kala aku berniat turut hadir di ruang tamu itu.

Namanya manusia, tempatnya salah, dosa, dan denial. Aku coba memikirkan kemungkinan positif dibalik kode-kode itu. Yang belakangan aku sadari itu kebohongan terburuk karena mengantarku pada level terkejut paling tinggi.

Bapak yang paling bagus retorikanya di antara kita sekeluarga bahkan termasuk paling vokal di antara se-keluarga besar. Bapak akhirnya ajak aku bicara di teras rumah tante tertua.

Dengan banyak intro dan penjelasan detail-detail filosofis (yang tidak cukup penting bagiku) seperti "bapak ngomong begini ke kamu karena kamu anak tertua. ....sama halnya tantemu ini, beliau saudara tertua bapak. Maka dari itu kamu harus tau semua"

Intinya bapak mau cerai sama ibu.

Prolog yang penuh lika-liku masih (dengan bodohnya) membawaku pada angan bahwa "semua ini tidak mengarah ke situ. bukan!". Juga epilog yang begitu panjang dengan maksud memupuk kepercayaanku lagi dan larangan keras agar aku tidak menangis. Jnck. Gadis sinting macam apa yang akan bahagia dengan kabar perpisahan orang tuanya?

Kondisi rumah tangga beberapa pesohor yang selama ini menjadi konsumsi entertainment. Aku tidak pernah sangka akan terlibat di dalamnya.

Jika sampai kalimat di atas, orang lantas berpendapat "yah, masa gara-gara ortu cerai lu jadi ogah nikah, sih?"

Sabar~ It's not finished at all.

Kalimat-kalimat setelah bapak berargumen aku pikir menuju ke satu pembahasan lain. Sebagai distraksi lah kasarannya. Eh ternyata tidak, bung.

Sejenak aku memang lupa kalo bapakku tersayang ini adalah makhluk yang hidup berdasar perencanaan matang di tiap incinya.

Gak aku sangka ini juga termasuk perencanaan pendamping hidup bapak.


Comments

Popular posts from this blog

Hidup di Jogjaaaaaakankah Istimewa?

Aku Masih Gadis Yang Sama, Hanya Saja..

Awal dari Setiap Awal, Teman dari Semua Teman