Eh Ini Januari Ya

Ternyata banyak kenangan yang terjadi di bulan ini, yang berperan besar mengubah hidupku. At least memang setiap bulan, hari, jam, menit, bahkan detik dalam kehidupan memiliki kenangan masing-masing buat aku sih. I don't know how to start it. Intinya, semua itu sangat sayang untuk dilupakan. Maka dari itu, aku ingin membuat jejak digitalku.

Kemarin nih, aku bertemu dengan Psikolog yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Kenapa? I'll tell soon. Alasan umumnya adalah karena rasa peduliku buat kesehatan mental. I want to know seberapa 'masih sehat'nya mental aku. Aku datang dan bercerita, dan tanpa butuh waktu yang lama, tanpa kusadari juga, air mataku mengalir, aku terdiam untuk beberapa saat. Ternyata kalau diingat masih terasa luka.
***
Jika kalian orang terdekatku, maka tentu sudah sangat hafal dengan cerita yang akan kutulis. Yes it's me. Terima kasih sudah mampir ke blog yang isinya cuma sampah ini wkwkwk. But in the real life, pas kamu ketemu aku, tolong pura-pura nggak tau tentang ini ya. Sumpah itu lebih melegakan buatku.  
***
Januari 2017 di hari Rabu sore aku sampai di terminal bus kota kelahiranku. Dari sana butuh waktu kurang lebih satu jam untuk sampai di rumahku. Aku dijemput bude dan pakde yang kebetulan juga tadi ada acara di kota. Kami pulang naik mobil beliau. Tidak lama setelah aku masuk, hujan di luar begitu lebat. Ini juga memperlambat perjalanan kami.

Singkat cerita, aku masuk ke rumah tepat ketika azan Isya' berkumandang. Aku membersihkan diri, mendirikan salat, dan berrindu-rindu ria dengan bapak, ibuk, adik, dan keluarga se rumah. Memang sejak 2016 aku kuliah di Jogja, kepulanganku selalu bisa dihitung jari tiap tahunnya. Saat hari raya idul fitri dan libur kuliah yang agak panjang. Ya, sekitar 2 sampai 3 kali saja lah. Jadi aku saangat rindu mereka.

Sambil bersenda gurau dengannya, bapak menawariku untuk ikut beliau ke kampung halaman beliau. Ke rumah bude-budeku bertemu sepupu-sepupuku di sana. "Ayok!" jawabku dengan singkat dan bersemangat. Aku juga sangat rindu mereka. Tapi, yang tidak kusangka bapak mengajaknya itu besok subuh kami berangkat. Mendengar itu sebenarnya ibuk agak tidak setuju, "Kamu lo baru sampai mbak, nggak capek?" iya juga sih, tapi mau gimana lagi, we all know kalau ketetapan bapak selalu tidak dapat diubah.

Berangkatlah kami berdua menaiki motor V-Ixion kesayangan bapak sesaat setelah iqomah berkumandang. Aku salat subuh ya saat azan tadi. Selama perjalanan sudah dapat dipastikan aku mengantuk, beberapa kali helmku membentur helm bapak. Pertanyaan beliau selalu sama, bahkan sejak kecil, "ngantuk?!" dengan berteriak mencoba mengalahkan suara angin. Juga pasti, aku berbohong dan mengelak. Karena dari dulu beliau pasti marah kalau tau kami (aku maupun adik) memang mengantuk.

Tapi pagi itu bapak agak berbeda. Bahkan tanpa menunggu jawabanku, beliau mengurangi kecepatan dan perlahan meminggirkan motornya. Aku langsung turun dari motor disusul bapak yang juga mengeluarkan minyak kapak dari tas kecilnya. Ya, minyak itu juga selalu membantu kami terjaga selama perjalanan.

Sampailah kami di rumah bude yang paling muda, kakak di atas bapak pas. Usia mereka tidak terpaut jauh, makanya menurutku, tidak heran kalau bapak paling dekat dengan bude ini dibanding saudara-saudarinya yang lain. Saat itu masih sangat pagi, bahkan masakan bude belum matang. Aku bersalaman dengan seisi rumah-yang sudah bangun tentunya. Bude menawari minuman hangat apa yang kami inginkan, tapi aku jawab "tidak usah bude" karena aku puasa.
"Wong nggak pernah(baca:jarang pake banget) ke sini kok malah puasa" respon bude agak kecewa.
"Marahi tuh ponakanmu, dari tadi di rumah juga udah dibilang" jawab bapakku sambil menyeruput kopi yang baru saja bude berikan. Aku hanya bisa nyengir.

Ibuk sempat menelepon, menanyakan apakah kami sudah sampai dan bercakap dengan bude untuk beberapa saat sampai smartphoneku dikembalikan ke aku dengan posisi panggilan yang masih terhubung dan loadspeaker aktif, ibuk menanyakan kegiatan apa yang akan kami lakukan dan sedikit bergurau "titip bapak ya, jagain, jangan boleh macam-macam" suara tawa menyertai di ujung panggilan juga di sini.

Aku sempat tidur lagi karena membalaskan 'hutang ngantuk' di perjalanan tadi. Hanya beberapa saat, sampai aku ke ruang depan lagi berharap ikut nimbrung obrolan dengan bapak dan bude. Namun ketika aku terlihat, bapak langsung memberi isyarat ke bude untuk berhenti melanjutkan pembahasan mereka. Aku makluminya, bahkan kalau boleh jujur aku juga tidak begitu tertarik dengan percakapan orang dewasa. Tapi kalau aku diperkenankan sekedar tau, aku akan senang sih. hehe

Tak lama bapak mengambil jaket dan kunci motor, hendak pergi. Aku yang baru duduk mau menonton televisi segera beranjak kembali "ikuut". Tapi bapak menolak dengan alasan aku puasa. "Bapak mau cari cemilan". Kuhabiskan waktu dengan mengobrol tentang kuliah, Jogja, bahkan mengomentari artis-artis yang muncul di televisi bersama bude. Sampai aku juga teringat untuk bertandang ke rumah bude dari keluarga ibuk yang rumahnya tidak jauh dari rumah yang aku singgahi ini. Aku pamit hendak ke sana, bercuap-cuap juga bermain dengan keponakan jauhku juga salat Zuhur. Aku pulang karena kurasa sudah lama aku di sini, takut bapak mencariku.

Sesampainya di rumah, ternyata bapak belum pulang. Hmm akhirnya aku salat Asar, lalu menonton televisi, lagi. Tak lama bapak sampai di rumah dan bude menawarinya makan. "Nggak usah, udah kenyang", bude kembali protes "wong loro iki ancen setel kok! sekalinya ke sini, yang satu puasa, bapaknya malah makan di luar". Akhirnya kami dibungkusi lauk dan sayur yang beliau masak banyak. Sebab menjelang Magrib bapak mengajakku ke rumah bude tertua, kakak bapak yang pertama.

Aku lupa detailnya, yang jelas, sembari menunggu waktu berbuka di rumah bude ini aku menonton tayangan film yang belum pernah aku tonton karena rumah ini punya parabola. Salah satu yang kami sukai selain WiFi dan lokasinya yang dekat dengan pusat perbelanjaan dan area bermain. Bapak dan bude mengobrol di teras. Aku sama sekali tidak mendengar mereka karena hujan begitu deras di luar.

Azan Magrib, aku membatalkan puasa, salat dan barulah makan berat. Hujan di luar sempat sedikit terang. Tapi kembali mengganas bahkan lebih deras dari sebelumnya. Bapak memanggilku ke teras. Menyuruhku menarik kursi agar lebih dekat dengan beliau. Oke, sesi khotbah akan segera dimulai batinku.
Sejak masuk SMP bapak memang lebih sering mengambil 'sesi' untuk menasehati. Maklum, aku sudah tinggal jauh dari rumah dari 2011 itu, jadi beliau tidak bisa setiap saat memberi nasehat.

Tapi malam ini agak berbeda. Hatiku tiba-tiba berdebar sendiri, padahal aku yakin aku tidak sehabis melakukan suatu kesalahan. Juga tidak biasanya bapak memutar-belokkan percakapan. Dia tuh orangnya to the point. Aku semakin meragukan kalau ini akan sama seperti biasanya. Dari opening yang diberikan, aku sedikit banyak menebak arah pembicaraannya kemana. Namun berkali-kali pula aku tepis tebakanku...

to be continue
***
Anyway aku juga bakal nulis pendapatku, perasaanku, emosi dan semua hal tentang kalian, orang-orang yang aku sayang, dari prespektifku. Iya, kamu. Kalian. Seemmua orang yang sedang, selalu, atau bahkan yang cuma pernah nangkring di hidupku. Kalau ada keberatan atau pertanyaan atau apapun, komentari saja di artikelnya. Boleh dengan meng-anonimkan akun kalian atau kalau nggak juga gapapa sih. Jika perlu diedit atau bahkan dihapus, aku akan dengan senang hati melakukannya.
Project ini pasti lama sih, jadi tolong sabar. hehhe. Beberapa nama sudah ada di Label sebelah tuh, enjoy.

Comments

Popular posts from this blog

Hidup di Jogjaaaaaakankah Istimewa?

Aku Masih Gadis Yang Sama, Hanya Saja..

Awal dari Setiap Awal, Teman dari Semua Teman